Triyantono Sucipto, Cah Petarukan Insinyur Airbus Yang Dibuang di Negerinya Sendiri


tri

Menilik orang Pemalang yang sukses dalam artian berkarir di Perusahaan Multinasional, bisa menyebut nama Triyantono Sucipto, seorang profesional  yang bekerja di Perusahaan Pembuat Pesawat No 2 terbesar di Dunia, Airbus di Jerman.

Triyantono Sucipto (48) kini bisa hidup cukup mapan bersama istri dan empat anaknya di Jerman. Lulus dari SMA Negeri 1 Pemalang, Jawa Tengah angkatan 85, Triyantono sempat setahun belajar di Jurusan Informatika, ITB. Lantaran ingin meringankan beban orangtua, ia memilih meninggalkan ITB, mengikuti program beasiswa yang ditawarkan IPTN. Meraih gelar Master Aerodinamika dari Universitas Teknologi Braunschweig, Jerman, itu sempat kerja di Tanah Air, di Departemen Aerodinamika Industri Pesawat Terbang Nasional alias IPTN. Di Indonesia, sebagai Pakar Pembuat Pesawat Terbang, gajinya waktu itu relatif kecil, Rp 400.000 per bulan, ( bandingkan dengan penghasilan Pengacara yang bisa milyaran per bulan). Ia tergolong pekerja rajin. Setelah beberapa tahun bekerja, ia bisa mengangsur rumah BTN tipe 36. Ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia, subsidi distop, sejumlah pekerjaan dibatalkan, dan banyak pekerja harus diberhentikan dan IPTN pun melakukan rasionalisasi.

Dalam situasi itu, Triyantono mencoba mencari pekerjaan lain. Ia sempat melamar ke sebuah maskapai penerbangan, melamar menjadi konsultan manajemen, atau melamar menjadi dosen di Tanah air. Upaya itu kandas, tak satu pun lembaga di Indonesia yang mau menerimanya. Dalam tekanan ekonomi yang kuat, ia melamar pekerjaan di Jerman.

Ia diterima di biro teknik Ingenieur Buero Dr Kretzscmar, sebuah bagian bergengsi  di Perusahaan Pembuat Pesawat Airbus sebuah Konsorsium perusahaan pembuat pesawat yang saham sahamnya dimiliki Negera Negara Eropa.

“Kepindahan keluarga saya ke Jerman waktu itu bukan perkara mudah. Istri dan anak-anak saya sekali pun belum pernah naik pesawat terbang. Mereka harus berada di negara yang sangat asing dalam segala hal. Penguasaan bahasa Jerman mereka nol besar,” tutur Triyantono. Ia bersama keluarga hijrah ke Jerman pada tahun 2001.

Triyantono merasa lebih dihargai di Jerman ketimbang di negaranya sendiri di Indonesia. Ruang aktualisasi keilmuan lebih luas, apresiasinya bagus. Gaji yang dibawa pulang, setelah dipotong pajak, sekitar 2.000 dollar AS per bulan (thn 2006), jumlah yang cukup untuk hidup satu keluarga. Jaminan sosial bagus. Sekolah dari SD sampai perguruan tinggi praktis tidak bayar. Asuransi kesehatan ditanggung sehingga tidak perlu lagi memikirkan biaya obat dan dokter. Ia juga mendapatkan peluang yang lebih besar untuk berkembang dan mengaktualisasikan dirinya. “Sekarang, anak-anak saya sudah mapan dengan lingkungan barunya. Inilah yang menjadi kendala besar kalau saya ditanya kapan balik ke Indonesia. Selain itu, tentu saja kegamangan tentang lapangan pekerjaan, ruang aktualisasi, dan apresiasi yang mesti jadi pertimbangan,” papar Triyantono.

Ya sebuah ironi, orang orang pintar dan berkualitas seperti Triyantono Sucipto yang dibuang di Negerinya sendiri, Indonesia, bisa diterima di Perusahaan Airbus sebagai Perencana Design Pesawat Airbus.

Sumber tulisan: http://indonesian-aerospace.blogspot.com/2008/08/di-tanah-air-mereka-tak-mendapatkan.html tulisan Oleh P BAMBANG WISUDO dan MARIA HARTININGSIH

Sumber: Kompas, Kompas, Rabu, 03 Mei 2006

 

1 thought on “Triyantono Sucipto, Cah Petarukan Insinyur Airbus Yang Dibuang di Negerinya Sendiri

  1. Anak Negeri ini menangis, hamparan wilayah yang penuh dengan berkah, Gemah Ripah Loh Jenawi….namun tata kelola pemerintahan yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Tumbuhan apa yang tidak hidup di negeri ini, namun kita miskin pangan, anak negeri ini cerdas-cerdas tapi tidak terakomodasi sehingga banyak di manfaatkan oleh negeri orang. Kemiskinan absolut negeri ini bukannya berkurang tapi terus bertambah dan bertambah.
    Bahan Pangan Kedelai, Beras, Terigu, Bawang, Kentang, Wortel dll semua masih ada barang Asing yang masuk, padahal Tanah kita Subur Makmur, masalahnya di mana….kebijakan pemerintah yang Buta…maunya instan.
    Lihatlah Petani kita…..Nelayan kita….semuanya seperti mati suri. Petani saat musim tanam harga pupuk melambung tinggi saat panen harganya anjlok bahkan untuk menutup biaya produksi saja tidak cukup.
    Nelayan kita kalah bersaing karena tidak ada industri perikanan yang terintegrasi, pemenangnya adalah para pemodal dan industri pengalengan.
    Jadi negeri ini merdeka tapi tetap saja terjajah secara ekonomi.
    Praktis apa yang di konsumsi oleh semua rakyat adalah bukan hasil dari Anak negeri sendiri semua dari asing coba Perhatian siapa pemilik indistri : Minuman : Coca Cola, Pocari Sweet, Pepsi, Susu, Aqua, Vit, Mizone. Makanan : Sosis, Nuget, Ikan Kalengan, Mi Instan, Snack. Baju : Harmes, Louis, Levis, Pacalolo dll : Peralatan Mandi Sabun, Odol, Shampo, Pasta Gigi. ….semua ….semua ….dan semua adalah produk yang di kuasai oleh orang asing.
    Apakah anak negeri tidak ada yang mampu…..???? Banyak dan Banyak…..!!!!
    Kenapa tidak bermain,…..??? kata siapa tidak bermain….???? meereka pelaku bisnis tapi mati di bunuh oleh kebijakan pemerintah.
    Di CIna, Belanda, Jepang, Jerman, Ingris dll Home Industri sangat di lindungi dan di berikan kemusahan untuk berkembang.
    DI Indonesia Home Industri di bantai, di bunuh di asingkan, apa buktinya…??? adakah kebijakan yang melindungi….??? tidak ada….tidak ada…. Batik Pekalongan….Batk Tasik…. kalah dengan membanjirnya Produk Cina.
    Pabrik Texstil TEXMACO kala itu terbesar di Asia….sekarang bagaimana…..????
    Semoga pemerintah tidak tutup mata akan hal ini.
    Anak Negeri ini MENJERIT dan Mati dalam Kandangnya Sendiri

    Like

Leave a comment