Peterson Telah Pergi…


Peterson bukan anak rembulan. Karena dia sering berpanas ria di bawah terik mentari membawa truk bermuatan gas melon untuk dijajakan di penjuru Pemalang. Ya Peterson, hanyalah seorang sahabatku sekaligus kakakku Mas Agus. Sekali merengkuh dayung, jika Pepet main ke rumah, kami bertiga ngobrol bareng. Betapa tidak, Pepet pernah tinggal kelas waktu SMP, so doski berteman dengan dua angkatan waktu sekolah dulu. Angkatanku sekaligus angkatan kakak kelasku.

Lepas SMA Pepet memilih tinggal di Pemalang. Dan sayapun sempat kehilangan jejak Pepet ketika diterima kuliah di Universitas Padjadjaran Bandung. Yup, atau mungkin karena kesibukan masing masing, saya seperti lupa lupa inget dengan sang “Samo Hung from Iwakan”, yang biasanya sering ngromed cerita tentang pemalangan.

Narasi sedikit berubah ketika saya mulai berkerja. Waktu itu saya masih fresh graduated, dan di terima bekerja sebagai asisten dosen di Universitas Trisakti Jakarta. Masih tenaga kontrak, membujang galau dengan berjibun permasalahan hidup. Ya, saya memang telah membuat keputusan besar yang dasyat ! Saya mau menikah dengan pujaan hati yang berdomisili 240 km dari kota Pemalang. Saya ulang: “Menikah saudara saudara !”. Stress pokoknya karena kami harus mempersiapkan semuanya berdua dengan calon ibu negara. Tentunnya saya butuh tetek bengek printilan dan prontolan, termasuk kegiatan bolak balik untuk ngurus acara pernikahan kami.

Disaat batok kepalaku membeku karena banyak yang harus diurus. Tiba tiba bayangan sosok bocah boncel yang mirip artis Hongkong Samo Hung melumuri pikiranku. Ya Peterson si anak rembulan, mungkin doski bisa membatu meringankan bebanku. Doski terkenal jago nyetir dengan fisik yang kuat mirip Hulk. Doski juga orangnya baik, suka membantu teman. Akupun main kerumahnya Pepet di jalan sumbing sebelah SMP 2 Pemalang. Aku ajak doski penjadi supir pribadiku….eeeaaa, jangan misleding dulu ya….ini cuma istilah anak anak gaul ya, karena sebenarnya aku minta Pepet membantuku mengurus transportasi tetek bengek, dia yang nyetir mobilnya. Pepet setuju:

"Siap Yog, wis kowen fokus ngurusin kawine baen...urusan kendaraan men nyong sing ngurusin !", kata Pepet dengan logat ngapak pemalangan lugetnya.

Pepet jugalah yang mengantar rombongan keluargaku ketika melakukan pernikahan di Magelang dulu. Ya, Pepet seorang yang mewakili teman teman SMP datang ke pernikahanku di Magelang. Ya sekitar 20 tahun yang lalu ketika internet baru masuk ke Indonesia, dan medsos belum belumlah ada.

=======

Terakhir ketemu Pepet ketika bapak meninggal dunia 3 bulan yang lalu. Pepet ikut menggotong keranda bapak, bersamaku mengantar ke kuburan. Pepet memang sering main ke rumah, terutama jika aku pulang dari Jakarta. Khususnya jika saya mengabarinya mau pulang kampung. Tak lupa saya berikan oleh oleh kaos favorit buatnya. Waktu menguburkan bapak, Pepet sempat berbisik:

"Yog, liat liang lahat begitu sempit...sekarang bapakmu pergi untuk selamanya ! Mungkin besok aku atau siapapun bakal nyusul ya"

Hari ini aku mendengar kabar Pepet Peterson meninggal dunia karena sakit jantung. Kematian yang mendadak.

Kita menganggap kematian itu berada pada posisi yang sangat jauh dari kita, padahal ia begitu dekatnya. Waktu berlalu bagaikan kedipan mata. Masa kecil dan remaja bertahun-tahun yang lalu hanyalah bagai hari kemarin, dan tanpa terasa kita telah berada di hari ini. Begitu pula yang akan terjadi dengan esok hari. Sampai kemudian kematian tiba-tiba datang menjemput kita untuk mengarungi sebuah perjalanan yang sangat penjang dan berat, sementara kita belum memiliki bekal untuk itu, karena kesengajaan dan kelalaian kita.

Ya, liang lahat memang sempit, maka luaskan dengan amal perbuatan di dunia ini.

Selamat jalan Peperson ! beristirahatlah dengan tenang di tamanNya!

Leave a comment