Selamat Jalan Pardih


Pardi (aku memanggilnya Pardih, bukan Pardi) adalah sahabat sekaligus teman mainku masa masa kecil di Mulyoharjo Pemalang.

Pardi tetangga di Mulyoharjo. Rumahnya berjarak sekitar 100 meter sebelah Kulon (barat) rumahku. Makanya, kami biasa nyebut teman2 kami di wilayah iwakan Mulyoharjo dengan istilah Cah Kulonan. Kami siapa? Ya anak anak jln muria Mulyoharjo, seperti Gendut, Andar, Heru, Koko, Yani dll.

Pardi putra Pak Takyun yang berprofesi sebagai penarik becak. Ibunya namanya Yu Torih. Mak Pardi, Yu Gurih dulu pernah bekerja di rumahku Ya membantu cuci piring atau baju keluargaku. Tapi gak tinggal dirumah, sore pulang.

Usia Pardi sebaya denganku. Yang membedakan badannya lebih sterek bin kekar dan gerakannya lebih lincah bak bola bekel. Larinya lebih kenceng dibanding aku. Kalah adoh, adalah istilah cah Iwakan untuk menggambarkan perbandingan fisik kami.

Demikian juga dalam urusan permainan masa kecil kami. Ibarat kata, dalam urusan perdolanan di kampungku, Pardi ini hebat, selalu menang untuk kelompok usianya.

Waktu kecil saya pernah adu kelereng dengan Pardi. Hasilnya selalu saya kalah. Kadang saya merelakan 12 sampai 15 kelereng “terampas” berpindah tangan ke Pardi. Ya doski punya skill dewa, membidik kelereng (bahasa jawanya nekeran) dari jarak jauh. Knock Out saya dibuatnya. Mungkin salahnya saya juga sih, berani mencoba menjajal si raja “nekeran” Mulyoharjo. Padahal, saya tergolong tidak berbakat dengan skill pas pasan. Kelebihanku cuma sering dikasih uang jajan lebih oleh Ibu, untuk beli segepok kelereng.

Demikian juga jika ngomongin permainan layangan. Pardi adalah salah satu raja layangan di daerah Iwakan Mulyoharjo.

Ada 3 orang yang menyandang King of Kite, di blantika perlayanangan Mulyoharjo. Slamet Boy adalah legen perlayangan. Teknik bermain layangannya sadis. Dia dijuluki si raja tega, karena sering menang adu layang dengan teknik “kepok”. Kepok adalah teknik menukikan layangan seekstrim mungkin untuk membuat kerugian besar.

Expert layangan yang lain Budi. Beda dengan Slamet Boy, Budi punya skill meramu gelasan benang dengan ramuan khusus. Makanya Budi lebih terkenal dengan raja gelasan layangan. Saya pernah tanya ke Budi, apa resep gelasan saktinya.

Budi bilang:
“Beling ditumbuk sampai halus. Trus dikasih getah kedondong. Setelah itu lumurin dengan eek orang hamil yang pucuknya dislentik”, ujarnya.

Nah syarat ketiga ini yang super duper muskil. Cari orang hamil yang sedang Pub aja sulit. Apalagi nylentik pucuk eeknya, wuih skill tingkat mahadewa nih.

Nah, Raja Layangan yang terakhir adalah Pardih. Pardi terkenal dengan “ambatannya”. Ambatan adalah teknik bermain layangan dengan menarik secepat kilat. Selain itu pardi adalah penguasa pengejar layangan di Mulyoharjo. Badannya yang kekar memungkinkan Pardi membawa bilah bambu yang ujungnya diberi akar, untuk menangkap layangan putus.

Tiba saat SMA aku jarang ketemu Pardih. Satu pengalamanku, ketika main bola dengan kakak kelas. Kakiku di tackling, basa jawanya digares. Spontan saya mengumpat kata “segawon!”. Itu padahal bahasa super halus kromo inggil. Bahasa keraton lah. Tapi dia gak terima nantang berkelahi.

Saya ajak Pardih untuk menemaniku. Kabur mereka melihat aku bawa bodyguard.

Ketika almarhum bapak masih si DPU, akhirnya karena kedekatan kami, Pardi dibantu bapak masuk jadi pegawai kebersihan di Pemalang.
Tapi saya dengar gak lama. Pardi cuma bertahan 3 tahunan, kemudian keluar. Dia lebih menikmati kebebasannya sebagai Free Man di Pemalang. Pernah juga narik becak, atau jadi petugas keamanan di Hotel Dewi Sri, atau RM Layah Watoe dll

Ketika aku bekerja sebagai profesional. Pardih sering membantuku, bahkan cukup die hard doski lumayan dekat. Dia yang membantu mencarikanku pembokat dari Pemalang yang awet sampai sekarang. Pardi juga yang selalu up date, mencarikan info jika ada rumah dijual di Pemalang. Bahkan tiap mudik, Pardi sudah setia di rumah untuk memijatku dan nunggu THR dariku. Patdi yang selalu membantu dan menjadi die hard ku. Aku juga sering kasih baju, kaos dan pecingan, istilah kasih uang buat keluarganya.

Tiga tahun, saya sudah jarang ke Pemalang, karena Bapak dan Ibu sudah meninggal. Aku jarang berkabar tentang Pardi, yang sudah kuanggap saudara sendiri.

Tetiba ada pesan melalui WA. Dari Hanung, adik kelas di SMA yang owner Rumah Makan Layah Watoe tempat Pardih mengamankan wilayah Mulyoharjo.

“Mas Yogi, Pardih meninggal”, kata Hanung.

Pikiranku langsung mengenang sahabatku si Raja Layangan Pemalang, pergi, melayang ke alam baka.

Met jalan ya Pardih.

Foto dari adik Pardih, Mujijah.

Leave a comment