Lahirnya Generasi Japar di Pemalang


belel5

Wong Pemalang di era 90 an pasti kenal dengan Japar. Doski adalah ikon wong gendheng yang eksis di masa itu. Berbeda dengan gemblungers lain yang hadir di Pemalang di masanya, Japar terlihat sangat out of the box. Nyentrik dan nyleneh. Meminjam istilahnya grup band Ingris Duran Duran, Japar mengartikulasi dirinya seperti sebuah “Notorious”, ikon brand yang menonjol karena keurakannya, kenylenehannya. Japar eksis karena kegemblungannya.

Disini saya gak akan bicara tentang Japar, dalam karakter seorang Schizoprenia. Saya hanya membatasi sisi gaya fashionanya, mode busananya, lain tidak. Gaya Japar sangat khas dan modis, merupakan kolaborasi dari genre Grunge dan Harajuku Jepang. Memakai Helm proyek warna kuning, Jaket yang dibobel dengan kaos dalam lengan panjang yang menyembul diantara jaket pembungkus baju luar, mewakili aliran Harajuku. Sementara pakaian bawah menggunakan pendekatan Grunge, clana belel lusuh  dengan sepatu booth proyek. Celana dibundel dengan tali tali rafia, so mirip astronot. Bisa jadi Japar terinspirasi dengan simbahnya Grunge yang meninggal karena bunuh diri; Kurt Cobain.

 

Japar; pelopor Jurubicara Fashion Bergaya Grunge di Pemalang

Di era 90 Japar begitu melegenda di Pemalang. Tipis sekali batas antara kekaguman dan ketakutan para wanita terhadap Japar saat itu. Kehadirannya begitu dibenci sekaligus dikangeni. Paradoks, bak legenda, Japar hadir dalam kebisuan menjadi juru bicara fashion grunge di Pemalang pada saat itu.  Japar tak perlu panggung. Dia seolah berjalan di catwalk jalanan sepanjang Mulyoharjo, Kebondalem, Sirandu sampai ke pusat metropolitan, Alun Alun Pemalang.

Adalah Cess Hamelink yang melontarkan teori Sinkronisasi Budaya. Sinkronisasi Budaya menegasikan bahwa pengaruh budaya massa berlangsung secara massif dan linier dari negara besar ke negeri satelit. Mereka kemudian memberi istilah globalisasi. Media yang dikambinghitamkan sebagai jembatan sinkronisasi budaya ini.

Saya jadi inget gaya Grunge di Amrik sono mempengaruhi anak muda Jepang di kawasan Harajuku era 90an . Grunge sendiri lahir di Seatlle Amerika sebagai protes kebijakan ekonominya Ultra Kanan Ronald Reagan di waktu itu. Mereka mengekspresikan aksi protes dan perlawanan terhadap belalai kapitalisme 2 dimensi dengan memakai simbol simbol , baju belel, dengkul bolong, clana suwek , lecek yg dikemas sebagai historia massa. Sementara pola Harajuku di Jepang mengadopsi perlawanan dari kaum muda Jepang yang ingin membebaskan diri dari cekikan  kebebasan berekspresi.

Sayangnya perlawanan simbolik para Grunge kemudian terkooptasi oleh situasin yang dilawannya. Grunge malah menjadi budaya massa, termakan oleh perjuangan mereka sendiri, dengan larut dicaplok mentah mentah  sistem besar kapitalism itu sendiri.. Betapa tidak. Fashion dan Mode Grunge kemudian dikomodifikasikan, diperdagangkan menjadi mode budaya massa.

Jika di tahun 90 an di Pemalang muncul Japar dengan gaya Grunge nya, sekarang di Pemalang juga banyak tumbuh “Japar Japar ” muda dengan kekritisannya.

Nah permasalahannya adalah, apakah Japarian di Pemalang mempunyai idealisme simbolik dalam melakukan perlawanan terhadap Status Quo keajegan Pembangunan di Pemalang, ataukah ini hanya sekedar korban budaya massa ???

Tak perlu di jawab, karena pertanyaan tersebut juga tak memerlukan jawaban.

Yang pasti Japar sudah tiada, dan tak bisa menjadi juru bicara “anti kemapanan” di Pemalang. Tapi paling nggak gaya grunge Japar bisa menginspirasi pertanyaan kritis tentang Pembangunan di Pemalang yang Ajeg, sektor riil yang tak bergerak, pertumbuhan yang terlalu mengacu pada aspek konsumerisme; tumbuhnya hotel, karaoke, dan mall, sementara investasi dari luar bidang manufactur mati suri

2 thoughts on “Lahirnya Generasi Japar di Pemalang

Leave a comment