Yang Hilang Dari Alun Alun Pemalang


cukur

Tulisan ini gak ngomongin tentang diferensiasi, branded atau posisioning dan tetek bengeknya (jangan dipisah ya antara tetek dan bengek…, nanti ibu ibu marah). Hanya ingin menyindir si Hermawan dengan teori mutakhirnya; ternyata sudah dipraktekan oleh para Tukang Potong Rambut di alun alun Pemalang sejak jaman “cindil abang” atau “sempur lempung” sekitar tahun 1980 an, 30 tahun yang lalu.

Tagline nya sederhana. Potong rambut di bawah pohon Beringin. Sensasinya luar biasa. Hair Cut Ekshibisionist, mirip tagline di situs situs dewasa he he he ; itu bahasa keren dan gaulnya. Kenapa Eksibisionist ?, Seolah ada yang didekonstruksi, bercukur yang harusnya bernuansa private, malah ditampilkan ke ruang publik; ditonton anak anak kecil; dijadikan obyek wisata “reality show” dadakan.  Mereka seolah “menelanjangi” obyek yang sedang dicukur… Bayangkan, anda ketika anda bercukur, anda akan diposisikan sangat pasrah bongkokan, kepasrahan paripurna, dan terjajah…tak bergerak. Relasi kita dengan tukang cukurpun layaknya subordinat, Sang pencukur begitu menghegemoni; memegang kepala kita, mengarahkan ke atas, ke bawah, bahkan menjeguk, tanpa kita tak kuasa menolak bisa menolak. Resistensi atau perlawanan kecil dari kita bisa menyebabkan resiko rambut krowak krowak.

Sensasi lain dari bercukur di savana alun alun Pemalang adalah pemandangan extraordinary yang tertampak. Steven Covey dalam seven habits nya menyinggung tentang sinergitas. Pemalandangan bis antarkota yang lewat: Ezri, Coyo, Sumber Bawang; Sono, pun bersinergi dengan serbak  bau asap klalpot premium ron 88 kendaraan. Jika sedang beruntung, sensasi tersebut berkolaborasi dengan tetes gerimis atau pipis burung gereja diatas pohon beringin.

Hidup ini penuh anomali dan terkadang malah tertampak absurb dan banal. Banyak aktifitas yang tak mendapatkan value dengan semestinya. Dan agaknya untuk layanan yang “mewah” tersebut pelanggan justru membayarnya sangat murah. Mereka tidak mendapat imbalan jasa yang sepadan.

Tukang cukur di alun alun Pemalang tak sekedar menjual produknya, tapi ke khas dan diferensianya, termasuk menjual sensasi bercukurnya. Bisa jadi para tukang cukur itu melompat jauh dari jamannya, mendekontruksi makna layanan bercukur yang sementara masyarakat telat memahaminya…

Itu adalah sekelumit cerita masa lalu saat kejayaan era tukang Cukur Rambut di Bawah Pohon beringin yang marak sekitar tahun 80 an.. Di era kekinian, layanan tersebut sudah tergerus, digilas oleh salon salon kecantikan atau ketampanan. Mati kalau tidak sekarat.

Dan yang pasti sudah ada perda yang melarang bercukur di alun alun Pemalang…aturan yang mungkin agak diskriminatif, mengingat di alun alun Pemalang malah dibolehkan berdagang, sewain odong odong…..

Leave a comment